Pemindahan Rumah Sakit Mardi Waluyo dari Jalan Dr. Soetomo ke Jalan Kalimantan di Kota Blitar pada tahun 2007 menyisakan cerita yang sulit dijelaskan dengan logika. Bangunan lama Rumah Sakit Mardi Waluyo kini berfungsi sebagai kampus Akademi Anak Negeri, namun di balik itu tersimpan kisah mistis yang membuat bulu kuduk merinding.
Kisah ini bermula ketika sepasang suami istri sedang menikmati malam di Alun-Alun Kota Blitar. Sang istri, yang sedang hamil tua, merasakan kontraksi di perutnya yang menandakan bahwa waktu untuk melahirkan semakin dekat. Dalam keadaan panik, mereka mencari rumah sakit terdekat dan tanpa sadar sudah berada di depan gerbang Rumah Sakit Mardi Waluyo yang lama. Tanpa berpikir panjang, mereka pun masuk ke dalam rumah sakit tersebut.
Di dalam, sang suami melaporkan kepada seorang suster dan satpam tentang keadaan istrinya yang hendak melahirkan. Suster tersebut hanya mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sang istri kemudian dibawa ke ruang bersalin, di mana terdapat empat suster dan seorang dokter yang siap membantu persalinan. Setelah proses melahirkan selesai, sang suami pamit untuk mengambil perlengkapan bayi. Namun, saat perjalanan pulang, dia melihat banyak pasien di lorong dan kamar-kamar pasien yang tampak sepi. Semua pasien di sana tidak bersuara, seperti enggan diganggu.
Keesokan harinya, sang suami kembali ke rumah sakit sekitar pukul 05.00 untuk menjemput istrinya dan bayi mereka. Namun, betapa terkejutnya dia ketika melihat bangunan utama rumah sakit yang terlihat tua dan kosong sama halnya seperti rumah angker cipanas yang mendadak kosong. Bulu kuduknya merinding saat dia menyadari bahwa ruangan tempat istrinya melahirkan sudah tidak berpenghuni. Dalam keadaan panik, dia berlari mencari istrinya di seluruh bagian rumah sakit, namun tidak menemukan jejaknya.
Sinar matahari mulai merekah ketika dia teringat satu ruangan yang belum dia cek, yaitu kamar mayat. Dengan mengumpulkan semua keberaniannya, dia bergegas menuju ruangan tersebut. Betapa terkejutnya dia ketika mendengar suara tangisan bayi dari dalam kamar mayat. Saat dia membuka pintu, dia melihat istrinya memeluk bayi mereka dengan wajah ketakutan. Tanpa berpikir panjang, keduanya segera bergegas pulang, meninggalkan bangunan angker yang menyimpan banyak misteri.
Kisah ini diunggah di channel YouTube Utug Utug dan menjadi salah satu cerita mistis yang terkenal di kalangan masyarakat Blitar. Namun, selain kisah mistis tersebut, Rumah Sakit Mardi Waluyo juga memiliki sejarah panjang yang menarik untuk dicermati.
Pada masa revolusi, Rumah Sakit Mardi Waluyo hanya melayani pasien yang akan dioperasi dan dikelola oleh dua dokter berkebangsaan Belanda, yaitu dr. Shinko dan dr. Karl Boom. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1949, rumah sakit ini mulai memiliki dua dokter tetap, dr. Tedjo sebagai Kepala Rumah Sakit dan dr. Trisula sebagai Kepala Dinas Kesehatan. Ketika wabah TBC melanda Blitar pada tahun 1958, dr. Trisula mendirikan pusat pendidikan “Ngrukti Nirmala” untuk memberikan penyuluhan kepada pasien TBC.
Seiring berjalannya waktu, Rumah Sakit Mardi Waluyo berkembang pesat. Pada tahun 1966, dr. AW Soehapto bergabung dan melakukan berbagai pengembangan pelayanan kesehatan. Ia memperkenalkan metode pemeriksaan kehamilan yang unik dan melakukan operasi kecil dengan peralatan seadanya, yang kemudian mendapat perhatian dari pemerintah pusat yang mengirimkan peralatan medis ke Blitar.
Pada tahun 1975, rumah sakit ini menjalin kerjasama dengan dokter spesialis dari Surabaya dan Malang untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Hingga tahun 1996, Rumah Sakit Mardi Waluyo berhasil menambah empat dokter spesialis tetap. Namun, seiring bertambahnya waktu, kondisi bangunan lama semakin rapuh dan tidak nyaman untuk digunakan.
Di bawah kepemimpinan Walikota Blitar Djarot Syaiful Hidayat, Rumah Sakit Mardi Waluyo akhirnya dipindahkan ke lokasi baru di Jalan Kalimantan pada tahun 2007. Bangunan baru yang lebih luas dan modern diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat. Meskipun demikian, kisah mistis di bekas bangunan rumah sakit lama tetap menjadi bagian dari sejarah yang tak terlupakan bagi warga Kota Blitar.